Menu
Perbankan
Finansial
Asuransi
Multifinance
Fintech
Video
Indeks
About Us
Social Media

Buntut Gagal Bayar TaniFund, Fintech Diminta Miliki Produk Pinjaman Alternatif Sebagai Penyeimbang

Buntut Gagal Bayar TaniFund, Fintech Diminta Miliki Produk Pinjaman Alternatif Sebagai Penyeimbang Kredit Foto: Alfi Salima Puteri
WE Finance, Jakarta -

Beberapa waktu lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta agar perusahaan fintech TaniFund menghentikan penyaluran pendanaan baru ke masyarakat. Hal ini dilakukan agar perusahaan fokus dalam menyelesaikan masalah pinjaman macet.

Terkait hal tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pembayaran Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansah mengatakan pihaknya sudah melakukan diskusi dengan TaniFund.

"Kami prihatin, bukan hanya di fintech lending market itu turun, itu sangat challenging untuk survive, kebetulan Tanifund itu sektornya tunggal, sektornya pertanian," ujar Kus dalam media gathering AdaKami di Jakarta, Selasa (13/6).

Menurutnya, TaniFund hanya bergerak di sektor tunggal, yakni pertanian. Di mana sektor ini sangat sensitif dengan pakan. Kus mengungkapkan kenaikan harga bahan pakan utama seperti gandum pada saat impor terpengaruh oleh konflik antara Rusia-Ukraina, serta adanya pandemi Covid-19.

"Logistik terhambat dan mereka (TaniFund) kena dampaknya. Kebetulan mereka juga produknya single, jadi dampaknya lebih dalam," kata Kus.

Baca Juga: 26 Fintech Belum Penuhi Modal Minimum, AFPI: Masih Ada Opsi Merger

Dari kejadian tersebut, Kus mengimbau agar setiap pelaku industri atau platform memiliki setidaknya dua hingga tiga produk sebagai penyeimbang. 

"Jadi industri keuangan harus punya produk alternatif, salah satu kombinasi seperti produk multiguna. Misalnya konsumtif dengan produktif, atau kalau dia konsumtif, perlu ada yang produk yang jangka pendek dan jangka panjang, jadi ada beberapa itu, kalau situasi ekonomi bagus, kita tenor panjang juga aman," jelasnya.

Seperti diketahui, TaniFund merupakan salah satu fintech yang memiliki kredit macet tertinggi. Platform pinjol ini yang memiliki TWP90 mencapai 63,93% dan sedang dikenai sanksi oleh OJK sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

TWP90 merupakan ukuran tingkat wanprestasi, di mana nasabah fintech telat membayar pinjaman lebih dari 90 hari sejak tanggal jatuh tempo. TWP90 disebut juga dengan NPL karena bertujuan untuk mengukur kualitas pendanaan perusahaan fintech.

Sementara itu, TWP90 secara industri juga naik tipis menjadi 2,82% pada April 2023 dibandingkan Maret 2023 sebesar 2,81%. Perhitungan tersebut berasal dari outstanding pembiayaan yang disalurkan 102 penyelenggara sebesar Rp 50,53 triliun. 

Baca Juga: Moratorium Akan Dicabut, AFPI Ingatkan Fintech Baru untuk Perkuat Permodalan dan Ekosistem

Penulis: Alfi Salima Puteri
Editor: Ferrika Lukmana Sari

Bagikan Artikel: