Menu
Perbankan
Finansial
Asuransi
Multifinance
Fintech
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penyaluran Kredit Berbasis Aset Tak Berwujud di Kancah Global

Penyaluran Kredit Berbasis Aset Tak Berwujud di Kancah Global Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
WE Finance, Jakarta -

Pemerintah melalui PP Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif telah mengizinkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai agunan pinjaman perbankan. Dengan turunnya aturan ini, para kreator yang memiliki karya dengan nilai komersial dapat mengakses pinjaman perbankan sebagai modal bisnis melalui kredit berbasis aset tak berwujud (intangible assets).

Pemanfaatan aset tak berwujud sebagai agunan (collateral) kredit perbankan bukan hal yang baru di kancah global. Ketentuan ini bermula dari sidang United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) ke-13 tahun 2008 yang membahas soal hak jaminan dalam kekayaan intelektual (security rights in intellectual property). Sidang ini menetapkan HKI dapat dijadikan agunan untuk mendapat kredit perbankan secara internasional.

Di Asia Tenggara sendiri, sejumlah negara telah menerapkan pemanfaatan aset tak berwujud sebagai agunan jaminan bank, di antaranya Singapura, Thailand, dan Malaysia.

Baca Juga: Heboh Konten YouTube dan HKI Bakal Jadi Jaminan Kredit, Siapa Saja Bank Pendukung Ekraf Sebenarnya?

Singapura berkomitmen untuk menjadi hub global bagi aktivitas kekayaan intelektual (intellectual property) dan aset tak berwujud. Dalam The Singapore IP Strategy (SIPS) 2030, Pemerintah Singapura menyatakan akan mengoptimalkan kekayaan intelektual dan aset tak berwujud melalui monetisasi, kolateralisasi, dan pembiayaan guna membantu pelaku bisnis menghasilkan arus kas.

Terkait hal ini, Singapura tak hanya memberikan akses perbankan atas HKI, tetapi juga menyediakan infrastruktur serta fasilitas pengembangan HKI lainnya. Adapun pemberian kredit dilakukan melalui lembaga partisipasi finansial yang memiliki fungsi untuk melakukan prosesĀ due dilligence untuk menilai suatu kelayakan kredit.

Dilansir dariĀ Intellectual Property Office of Singapore (IPOS), 99i 671 responden survei mengatakan layanan kekayaan intelektual di Singapura sudah memadai.

Sementara di Thailand, ketetapan terkait kekayaan intektual dapat menjadi agunan kredit diatur dalam Business Collateral Act B.E. 2558 (BCA) yang dirilis pada 2015 lalu. Pemilik HKI, baik individu maupun badan hukum, harus membuat perjanjian jaminan dengan pihak yang dijamin atau pemberi pinjaman. Perjanjian harus dibuat secara tertulis dan terdaftar di Departemen Pengembangan Bisnis (Departmen of Business Development/DBD). Kemudian, DBD akan berkoodinasi dengan Departemen Kekayaan Intelektual (Department of Intellectual Propery) terkait proses lebih lanjut.

Adapun di Malaysia, skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual telah mulai dilakukan sejak 2013 silam. Skema pemberian kredit dilakukan melalui Malaysia Debt Ventures Bhd (MDV).

Meski Indonesia telah meresmikan aturan HKI sebagai jaminan kredit, namun masih ada sejumlah kondisi yang perlu dipenuhi oleh pemerintah sebelum kebijakan resmi terimplementasikan, salah satunya terkait pembentukan tim penilai HKI untuk menjadi agunan kredit.

Pada dasarnya, PP 24/2022 telah menyebutkan bahwa tim penilai akan terdiri dari dua pihak, yakni tim penilai HKI yang bersifat independen dan telah mendapat izin dari pemerintah serta tim panel penilai yang berasal dari internal lembaga keuangan itu sendiri. PP juga menjelaskan metode yang dapat dilakukan untuk menilai aset HKI, yakni pendekatan biaya, pasar, pendapatan, dan penilaian.

Namun, para pelaku industri lembaga keuangan mengaku masih belum mengambil tindakan lebih lanjut terkait ketentuan PP 24/2022 soal HKI sebagai objek jaminan utang. Mereka masih menunggu kejelasan dari pemerintah terkait acuan dalam penilaian aset HKI.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: