Menu
Perbankan
Finansial
Asuransi
Multifinance
Fintech
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Peluang dan Tantangan Bisnis Asuransi Syariah di 2023 Menurut AASI

Ini Peluang dan Tantangan Bisnis Asuransi Syariah di 2023 Menurut AASI Kredit Foto: Astra Life.
WE Finance, Jakarta -

Industri asuransi syariah diproyeksi akan tumbuh cerah pada tahun ini. Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) bahkan memproyeksi pertumbuhan premi atau kontribusi bruto industri bisa menyentuh angka 9% - 11%. 

Dengan proyeksi tersebut, AASI melihat masih ada sejumlah peluang baru yang bisa digarap oleh pemain asuransi syariah. Dengan peluang tersebut, maka akan menopang kinerja industri pada tahun ini. 

Salah satunya adalah proyek pembangunan infrastruktur untuk mendukung Ibu Kota Negara (IKN). Direktur Eksekutif AASI Erwin Noekman tidak bisa memungkiri pembiayaan-pembiayaan infrastruktur tersebut bersumber dari sukuk dan pendanaan halal lain atau mungkin dari hibah.

Tentunya sejumlah proyek tersebut membutuhkan asuransi, yang artinya industri asuransi syariah memiliki peluang untuk bisa masuk ke sana. Namun Erwin justru menyayangkan industri asuransi syariah dan keuangan syariah yang tumbuh dengan metode bottom-up atau dari bawah ke atas. 

"Masyarakat atau pelaku usaha dulu yang menginisiasi, baru dilanjutkan dengan pengaturan-pengaturan oleh regulator atau pemerintah. Hal ini yang menjadikan industri ini menjadi relatif stagnan atau kalaupun tumbuh, tidak bisa mencatatkan pertumbuhan yang non-organik," terang Erwin kepada WE Finance, Selasa (3/1).

Jika pola kebijakan berputar menjadi top-down, menurut Erwin tentu hasilnya akan sangat memberikan dampak yang luar biasa. Artinya, diperlukan political will, dalam bentuk pengaturan-pengaturan dan keberpihakan kepada asuransi syariah. 

Baca Juga: Terimbas Unitlink, Industri Asuransi Kembali Melanjutkan Perlambatan Pada November 2022

Dia mencontohkan hal sederhana, seperti adanya pengaturan semua aktivitas yang terlibat dalam sebuah ekosistem halal.

"Dengan begitu, maka diwajibkan (secara perundangan) untuk saling bekerjasama di antara lembaga keuangan syariah (asuransi, bank), lembaga bisnis syariah (hotel, tempat wisata), lembaga ekonomi syariah (zakat, wakaf) untuk saling menguatkan dan saling menggunakan jasanya satu sama lain," jelas Erwin.

Bila kondisi tersebut tercipta dengan pengaturan atau perundangan, maka Erwin meyakini industri asuransi syariah akan tumbuh dengan sendirinya. Ketika ada proyek pembangunan infrastruktur yang pembiayaannya berasal dari sukuk, secara otomatis penjaminan proyek tersebut menggunakan asuransi syariah. 

"Bila pembiayaan sukuk misalnya Rp 1.000 triliun, maka penjaminan asuransi syariah bisa sekitar Rp 1 triliun per tahun, dan seterusnya," imbuhnya.

Seperti diketahui, industri asuransi syariah berhasil menghimpun premi atau kontribusi bruto sebesar Rp 19,95 triliun, naik 18,13% yoy pada kuartal III 2022 sebagaimana data Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kenaikan premi ini berpotensi berlanjut pada tahun ini. 

Baca Juga: Ini Sederet Strategi Asuransi Syariah Keluarga Indonesia Untuk Capai Pertumbuhan Premi 15% pada 2023

Penulis: Alfi Salima Puteri
Editor: Ferrika Lukmana Sari

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: