Menu
Perbankan
Finansial
Asuransi
Multifinance
Fintech
Video
Indeks
About Us
Social Media

AAUI Sebut Restrukturisasi Kredit Berhasil Turunkan Rasio Klaim Asuransi Kredit

AAUI Sebut Restrukturisasi Kredit Berhasil Turunkan Rasio Klaim Asuransi Kredit Kredit Foto: Shutterstock
WE Finance, Jakarta -

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyebut kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait restrukturisasi kredit terdampak Covid-19, telah berhasil menurunkan rasio klaim dibayar (earned claim ratio) dari asuransi kredit secara substansial. 

Menurut Wakil Ketua AAUI Bidang IT, Dody Dalimunthe, restrukturisasi ini merupakan angin sejuk bagi industri asuransi.

"Jika tidak ada restrukturisasi, klaim asuransi kredit yang diterima akan meningkat lebih besar dibandingkan premi," ujar Dody dalam virtual seminar Urgensi Perpanjangan Kebijakan Restrukturisasi Kredit, Kamis (19/1).

Menurut Dody, hal tersebut memberikan kesempatan kepada industri asuransi untuk melakukan perbaikan dari sisi cadangan. Kondisi ini dapat menjadi bahan pertimbangan pada saat pengambilan keputusan lanjutan dari program relaksasi kredit pada Maret 2023.

Baca Juga: OJK Buka-bukaan Perkembangan Kasus Asuransi WanaArtha Life

Sebagai dampak restrukturisasi kredit Covid-19 terdapat penurunan earned claim ratio dari 213% pada 2020 ke 143% pada 2021. Kebijakan tersebut dilakukan setahun penuh pada 2021 dibanding 2020 yang hanya diterapkan pada tiga kuartal.

"Premi pada 2022 diperkirakan akan berada pada tataran yang sama dengan 2021, dengan asumsi terjadi perbaikan pada rasio klaim dibayar dengan tidak adanya dampak Covid-19 varian Delta serta penurunan jumlah jalur distribusi yang menyumbang klaim rasio yang buruk," jelas Dody.

Selain itu, perbaikan rasio klaim dibayar pada 2022 dimungkinkan juga karena peningkatan persentase premi yang diperoleh akibat penurunan besaran komisi.

Meski asuransi kredit mendapatkan dampak positif dari restrukturisasi, lanjut Dody, industri asuransi umum telah memiliki kesadaran terhadap kondisi permasalahan yang menaungi asuransi kredit dan telah mulai melakukan perbaikan serta pencadangan seperti tercermin dengan pembentukan besaran Incurred But Not Reported (IBNR) yang ada.

Saat ini tidak seluruh portfolio asuransi kredit yang ada bermasalah, dan bahkan ada yang memberikan hasil underwriting yang baik.

"Untuk itu perlu dibuat rencana perbaikan jangka panjang yang komprehensif dan yang visible terhadap portfolio yang bermasalah dengan pengawasan dari OJK," imbuhnya.

Dody menilai, transparansi risiko kredit yang ada sangatlah rendah terutama jika dilihat dari perspektif penanggung akhir (reasuradur). Sehingga untuk mencegah terjadinya krisis karena kualitas kreditur yang buruk, diperlukan adanya peraturan terkait akses kepada sistem Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK terhadap perusahaan perasuransian.

Baca Juga: Ini Alasan OJK Perpanjang Restrukturisasi Kredit Hingga Maret 2024

Penulis: Alfi Salima Puteri
Editor: Ferrika Lukmana Sari

Bagikan Artikel: