Menu
Perbankan
Finansial
Asuransi
Multifinance
Fintech
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bank Wajib Bayar Premi ke LPS Mulai 2025, OJK: Ini Persiapan Menghadapi Hal - Hal Buruk

Bank Wajib Bayar Premi ke LPS Mulai 2025, OJK: Ini Persiapan Menghadapi Hal - Hal Buruk Kredit Foto: Sufri Yuliardi
WE Finance, Jakarta -

Perbankan Indonesia diwajibkan untuk membayar premi demi mendanai Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Aturan ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Peraturan Pemerintah (PP) no 34 tahun 2023 tentang Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan pada 16 Juni 2023.

Program ini bertujuan untuk menangani permasalahan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional. Diperkirakan pendapatan premi untuk industri perbankan berdasarkan PRP mencapai Rp 1 triliun per tahun. Dalam 40 tahun ke depan, ditargetkan pendapatan premi tersebut sebesar 2% dari PDB tahun 2022.

Perbankan akan mulai membayar premi restrukturisasi pada 2025. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, kebijakan tersebut pada prinsipnya akan menambah beban perbankan. Namun, ia meyakini tidak terlalu memberatkan industri perbankan karena nilainya relatif rendah dibandingkan dengan keuntungan perusahaan.

"Dengan memperkembangkan kinerja perbankan yang saat ini juga yang sangat solid dan baik, tentu ini adalah salah satu prinsip best practice bahwa persiapan untuk menghadapi hal-hal yang buruk itu memang harus dilakukan pada saat-saat kita sedang betul-betul well performed. Sehingga tidak menambah beban yang signifikan kepada industri perbankan," ujarnya dalam Konferensi Pers RDK Bulanan Juni 2023, Selasa (4/7).

Baca Juga: Hingga Maret 2023, Dana Kelolaan Nasabah BSI Prioritas Capai Lebih dari Rp 60 Triliun

Menurut Dian, pembayaran premi untuk mendanai program PRP merupakan sebagai persiapan untuk menangani permasalahan perbankan yang dapat membahayakan perekonomian nasional yang bersifat sistemik.

Ke depan, pihaknya berharap konsepnya tidak lagi dalam bentuk bailout dari pemerintah tetapi memang sektor perbankan sendiri yang harus membangun dalam konteks terkait bagaimana perusahaan melakukan penyehatan kembali seandainya terjadi krisis keuangan.

Dian mengaku, pihaknya sudah mendengar masukan dari industri perbankan. Dari situ, ada beberapa pertimbangan terkait dengan program PRP bagi perbankan. 

"Pertama adalah penguatan yang harus kita betul-betul nanti kita perkuat adalah penguatan pengaturan dan pengawasan otoritas sebagai dampak dari reformasi struktural. Kemudian juga ketahanan permodal yang kuat sesuai dengan standar internasional dan kinerja intermediasi perbankan," pungkasnya.

Baca Juga: Propsek Masih Cerah, OJK Belum Berencana Revisi Target Kredit Perbankan Tahun Ini

Penulis: Achmad Ghifari Firdaus
Editor: Ferrika Lukmana Sari

Bagikan Artikel: