Menu
Perbankan
Finansial
Asuransi
Multifinance
Fintech
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bos BRI Siapkan 4 Skenario Hadapi Tantangan Ekonomi di Tahun 2023

Bos BRI Siapkan 4 Skenario Hadapi Tantangan Ekonomi di Tahun 2023 Kredit Foto: Dok. BRI.
WE Finance, Jakarta -

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), Sunarso mengungkapkan sejumlah tantangan ekonomi yang akan sangat berpengaruh pada industri perbankan di tanah air pada tahun ini.

Pertama, yakni resesi yang akan memukul ekonomi Amerika Serikat (AS) dan diperkirakan terjadi pada semester II 2023. Menurut Sunarso, hal tersebut dinilai akan mengganggu laju pertumbuhan ekonomi global secara agregat. 

“Kemudian (kedua) juga masih terjadi tensi geopolitik yang tinggi terutama akibat ketegangan dan perang di Rusia dan Ukraina. Juga antara China-Taiwan yang mendorong disrupsi di rantai pasok, saya kira ini juga sangat menantang,” kata Sunarso dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (24/1).

Tantangan berikutnya adalah tekanan inflasi global yang masih tinggi dengan respon utama dari bank sentral setiap negara dengan menaikkan suku bunga. Di Indonesia, penurunan subsidi BBM akan berdampak pada kenaikan inflasi sampai sehingga mendorong penaikan biaya produksi, penurunan pendapatan riil masyarakat, hingga berpotensi mengurangi tabungan masyarakat di bank pada tahun ini. 

Kemudian yang terakhir adalah kasus Covid-19 di China yang kembali meningkat. Hal itu pasti akan mengganggu secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi secara global karena China adalah negara Super Power selain Amerika Serikat. 

Di sisi lain, dengan kondisi tersebut beberapa negara maju memiliki peluang resesi yang tinggi. Berdasarkan data Bloomberg, probabilitas resesi ekonomi di China, Hongkong dan Australia mencapai 20%. 

Baca Juga: Genjot Transformasi Digital, Transaksi BRImo BRI Tembus Rp 2.669 Triliun Sepanjang 2022

Kemudian Korea Selatan dan Jepang 25%, Selandia Baru 33%, Amerika Serikat 40% sedangkan Uni Eropa 50%. Adapun Indonesia menurutnya patut disyukuri karena probabilitasnya hanya 3%.

“Alhamdulillah Indonesia peluang untuk resesi itu hanya 3%. Kita juga bangga bahwa Indonesia mampu mengelola ekonominya mampu mengintegrasikan dan mengkonsolidasikan secara baik. Maka saya kira ekonomi kita cukup solid dan kemudian peluang terjadinya resesi di Indonesia hanya 3%,” ujarnya.

Persentase probabilitas yang minim tersebut ditopang oleh proyeksi makro ekonomi Indonesia yang positif. Di mana pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada 2023 ditaksir berada di kisaran 4,42% - 5,04%, walaupun ekonomi dibayangi ketidakpastian.

Dengan tantangan dan proyeksi ekonomi Indonesia tersebut, manajemen BRI pun menyiapkan setidaknya empat skenario untuk menghadapi ketidakpastian pada 2023. Skenario tersebut merupakan mitigasi risiko dan strategic response.

Skenario pertama adalah jika ekonomi pulih tapi inflasi naik dan kualitas pinjaman memburuk, maka yang harus dilakukan perbankan adalah mempercepat proses write-offs untuk memperoleh recovery rate yang lebih tinggi. Kemudian mempertahankan coverage ratio yang tinggi.

“Bisa dipahami bahwa perbankan rata-rata masih menumpuk cadangan untuk mengantisipasi terjadinya pemburukan pada kualitas aset. Kemudian kita cadangkan yang cukup memadai supaya bantalannya nanti nggak hard landing, kira-kira seperti itu. Jadi bantalannya itu mulus untuk mengantisipasi terjadinya pemburukan,” jelasnya.

Dalam kondisi ini, pihaknya memilih tumbuh selektif dan melakukan enhancement credit risk model.Dengan Loan Portofolio Guideline (LPG) yang diatur moderat. Lalu dilakukan monitoring kualitas pinjaman secara intensif.

Skenario kedua adalah jika ekonomi mulai pulih dengan inflasi terkendali dan kualitas kredit membaik. Pihaknya menyiapkan tiga strategic response. Yaitu mempercepat proses write-offs untuk meningkatkan recovery rate dan kemudian menurunkan coverage ratio. 

"Kemudian melakukan peningkatan terhadap risk-based pricing model untuk meningkatkan daya saing produk serta membuat LPG lebih longgar sebagai pedoman untuk strategi pertumbuhan yang lebih agresif," imbuhnya.

Skenario ketiga adalah ekonomi stagnan, inflasi naik, dengan kualitas pinjaman memburuk atau the worse scenario. Maka pihaknya akan mengambil strategic response tumbuh terbatas, dengan pengaturan LPG  yang sangat ketat. 

"BRI akan mempertahankan coverage ratio di level yang lebih tinggi dan melakukan monitoring kualitas kredit secara intensif, melakukan simulasi dan stress-test secara periodik dan berkesinambungan," ujarnya.

Terakhir jika ekonominya tetap stagnan tapi inflasinya terkendali dan kualitas pinjaman membaik, maka strategic response dari BRI adalah tumbuh selektif, LPG diatur pada level moderat dengan mempertahankan coverage ratio yang tetap tinggi untuk jaga-jaga jika terjadi pemburukan. 

"Kemudian melakukan monitoring kualitas kredit secara intensif dengan simulasi dan stress-test secara periodik dan berkesinambungan. Itu yang paling penting,” pungkasnya.

Baca Juga: Bank DKI Berhasil Salurkan KUR Rp 1,15 Triliun untuk UKM dan Mikro

Penulis: Alfi Salima Puteri
Editor: Ferrika Lukmana Sari

Bagikan Artikel: