Menu
Perbankan
Finansial
Asuransi
Multifinance
Fintech
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kemampuan Bayar Nasabah Naik, Restrukturisasi Kredit Covid-19 di Perbankan Makin Melandai

Kemampuan Bayar Nasabah Naik, Restrukturisasi Kredit Covid-19 di Perbankan Makin Melandai Kredit Foto: Fajar Sulaiman
WE Finance, Jakarta -

Pemulihan ekonomi dan penurunan kasus Covid-19 telah membawa berkah bagi sektor perbankan. Hal ini tercermin dari melandainya restrukturisasi kredit Covid-19 karena kemampuan bayar nasabah juga ikut naik. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan, kredit restrukturisasi Covid-19 mengalami perkembangan positif dengan mencatatkan penurunan per November 2022.

"Kredit restrukturisasi Covid-19 turun sebesar Rp 13,27 triliun menjadi Rp 499,87 triliun dengan jumlah nasabah juga menurun menjadi 2,40 juta nasabah jika dibandingkan pada Oktober 2022 sebanyak 2,53 juta nasabah," kata Dian dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan Desember 2022, Senin (2/1).

Dengan penurunan tersebut, OJK masih memberi relaksasi restrukturisasi kredit tersebut. Otoritas bahkan memperpanjang keringanan kredit ini selama setahun hinngga 31 Maret 2024. 

Secara khusus, segmen yang mendapatkan perpanjangan relaksasi kredit tersebut adalah UMKM yang mencakup seluruh sektor, sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT), serta industri alas kaki.

Langkah tersebut diambil dengan melihat ketidakpastian ekonomi global yang tetap tinggi, yang disebabkan normalisasi kebijakan ekonomi global oleh Bank Sentral Ameriak Serikat (the Fed), ketidakpastian kondisi geopolitik, serta laju inflasi yang tinggi.

Baca Juga: Bank Mandiri Salurkan Dana Klaim Covid-19 Lebih dari Rp 100 Triliun ke 2.000 Rumah Sakit

Sejumlah bank pun berhasil mencatatkan penurunan pada kredit restrukturisasi Covid-19. Mereka adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan  PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).

Bank BRI misalnya, mampu menurunkan angka restrukturisais kredit terdampak Covid-19 dari Rp 252,7 triliun saat awal pandemi, menjadi R p116,45 triliun pada akhir kuartal III 2022.

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, penurunan tersebut terjadi karena banyak nasabah yang mampu membayar setelah diberikan restrukturisasi kredit. Ada yang membayar secara lunas, ada juga yang membayar sesuai dengan ketentuan restrukturisasi atau sesuai dengan perjanjian. 

"Totalnya ada Rp 91,58 triliun mereka bisa bayar kembali. Adapun yang tidak bisa diselamatkan sebanyak Rp12,75 triliun dan itu tidak lebih dari 10%," jelas Sunarso.

Sementara itu, jumlah nasabah restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 sudah berkurang hingga 2,5 juta nasabah. Jumlah tersebut turun dari posisi tertinggi restrukturisasi Covis-19 BRI pada September 2020 sebesar 3,9 juta nasabah.

Tak berbeda, Bank Mandiri juga sukses menurunkan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 sampai dengan akhir September 2022. Pada periode tersebut, posisi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 perusahaan makin melandai menjadi Rp 45,6 triliun.

Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan, jumlah tersebut sudah jauh lebih rendah dari posisi September 2021 yang sempat mencapai Rp 90,1 triliun, atau menurun 49,38% yoy.

Adapun penurunan ini didorong oleh pelunasan dan pembayaran cicilan debitur, dan bisnis para debitur yang sudah kembali normal. Di samping itu, ada peran pemerintah dan regulator dalam menanggulangi Covid-19.

"Hal ini terbukti berhasil dan ekonomi telah kembali pulih bahkan tumbuh menguat dibandingkan posisi sebelum pandemi Covid-19," kata Darmawan.

Dari total kredit restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp 45,6 triliun, portofolio porsi dari segemen UMKM adalah 20 persen dan non UMKM sebesar 20%. Menurut Darmawan, seluruh segmen terus memperlihatkan tren yang menurun Per September 2022.

"Kami optimis tren ini terus berlanjut hingga akhir tahun 2022," kata Darmawan.

Adapun beberapa sektor produktif yang termasuk program restrukturisasi kredit terdampak Covid 19 yaitu jasa penunjang transportasi sebesar Rp 7,5 trilun. Kemudian hotel, restoran, dan akomodasi sebesar Rp 5,8 triliun.

Kemudian diikuti sektor konsumsi seperti Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp 5,7 trilun. Selanjutnya sektor properti - investasi Rp 4,3 triliun, dan jasa transportasi udara senilai Rp 4,2 triliun.

Baca Juga: Perkuat Pengawasan Market Conduct dan Perlindungan Konsumen, OJK Tunggu Diundangkannya UU P2SK

Penulis: Achmad Ghifari Firdaus
Editor: Ferrika Lukmana Sari

Bagikan Artikel: