Lembaga pengelola informasi perkreditan, PT Pefindo Biro Kredit (IdScore) mencatat, total pinjaman kredit Buy Now Pay Later (BNPL) telah mencapai Rp 3,1 triliun per Agustus 2022. Nilai itu tumbuh 98,83% secara tahunan (yoy).
Pada periode yang sama, Direktur Utama PEFINDO Biro Kredit (IdScore) Yohanes Arts Abimanyu menyebut, total pinjaman kredit baru pada produk paylater mencapai Rp 300 miliar. Nilai itu lebih tinggi tiga kali lipat dibandingkan dengan pinjaman baru pada produk kartu kredit.
"Jika secara total fasilitas yang dibukukan pada periode yang sama produk BNPL mencatat 6,2 persen lebih tinggi dibanding produk kartu kredit," kata Yohanes saat seminar nasional Pefindo Biro Kredit, Kamis (10/11).
Sayangnya, rasio kredit macet (NPL) layanan paylater justru meningkat menjadi 13%. Adapun total pinjaman kredit yang masuk ke NPL naik 222,92% secara yoy pada Agustus 2022.
"Tren total pinjaman kredit yang masuk NPL juga terus naik. NPL yang dimaksud adalah pinjaman kredit yang memiliki tunggakan lebih dari 30 hari," ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, Yohanes menilai angka NPL berpotensi tinggi hingga akhir tahun ini karena melihat tren yang terus meningkat. Oleh karena itu, ia meminta pihak penyelenggara paylater harus lebih hati-hati dalam menjalankan bisnis ini.
"Karena saat ini bisnisnya semakin diminati, tapi NPL tetap tinggi itu percuma. Hal tersebut yang harus dihindari. Pihak penyelenggara itu harus memastikan bahwa pinjaman yang disalurkan tidak menjadi kredit macet," katanya.
Ia menyarankan, pihak penyelenggara dalam menjalankan bisnis BNPL harus melengkapi mitigasi risiko kredit dengan menggunakan data penilaian kredit seperti yang dilakukan oleh bank maupun multifinance.
Menurutnya, data kredit atau data alternatif tetap harus diperkuat. Kemudian jangan mengandalkan informasi seperti data, nama, dan alamat saja. Namun, tetap harus memiliki data lain yang bisa diolah. sehingga bisa menjadi bagian dari perhitungan penilaian kredit atau mitigasi risiko.
"Para penyelenggara BNPL harus sudah sadar atas mitigasi risiko jangan sampai bisnis ini dilarang untuk dijalankan. Dengan begitu, harapannya kredit macet tidak semakin tinggi lagi ke depannya," pungkasnya.
Penulis: Achmad Ghifari Firdaus
Editor: Ferrika Lukmana Sari
Tag Terkait: