Menu
Perbankan
Finansial
Asuransi
Multifinance
Fintech
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bank Indonesia Proyeksi Simpanan Perbankan Tumbuh hingga 9% pada 2023

Bank Indonesia Proyeksi Simpanan Perbankan Tumbuh hingga  9%  pada 2023 Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
WE Finance, Jakarta -

Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di kisaran 7%- 9% pada 2023 mendatang. Nilai simpanan perbankan itu meningkat dibandingkan tahun ini yang diperkirakan mencapai 6%.

"Likuiditas perbankan tidak mengetat dari sisi belanja pemerintah yang diperkirakan akan terus meningkat hingga akhir tahun ini. Sehingga likuiditas perbankan saat ini lebih besar dibandingkan dengan perkembangan pada kuartal III 2022," kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo dalam paparannya, dikutip Senin (26/12).

Adapun likuiditas tetap terjaga dengan didukung oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 9,41% yoy pada Oktober 2022. Nilai itu meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yakni sebesar 6,77% yoy. 

Dengan demikian, BI belum berniat untuk menurukan Giro Wajib Minimum (GWM) di industri perbankan. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya justru akan tetap mempertahankan GWM pada level 9%.

"Kami tidak berniat menurunkan GWM, lebih baik memberikan insentif dari sebagian GWM ini bagi sebagian bank yang menyalurkan kredit. Ini akan menambah likuiditas pada perbankan sekitar Rp 118 triliun," ujar Perry dalam kesempatan yang sama.

Menurutnya, insentif tersebut diberikan kepada perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dan kredit hijau, yang akan berlaku sejak 1 April 2023. 

"Memang kami berikan insentif kepada perbankan berupa penurunan GWM sepanjang perbankan tersebut menyalurkan kredit ke 46 sektor prioritas seperti UMKM, KUR, dan ekonomi keuangan hijau," ujarnya.

Perry menjelaskan, reklasifikasi 46 subsektor prioritas dibagi dalam tiga kelompok sektor usaha yaitu kelompok yang berdaya tahan (resilience), kelompok penggerak pertumbuhan (growth driver), dan kelompok penopang pemulihan (slow starter).

Besaran insentif untuk slow starter tetap minimal sebesar 1%, serta meningkatkan threshold untuk kelompok resilience dan growth driver dari semula minimal 1% menjadi masing-masing minimal 5 persen dan 3%.

Sementara insentif dari segmen KUR dan UMKM yang sebelumnya mendapat tambahan likuiditas dari GWM sebesar Rp 16 triliun, kemudian BI menambahkan sebanyak dua kali lipat menjadi Rp 32,7 triliun. 

Baca Juga: Jumlah Uang Beredar di Indonesia Makin Banyak, Kini Tembus Rp 8.296,1 Triliun

Dengan begitu, peningkata dua kali lipat besaran insetif GWM kepada bank penyalur KUR dan kredit UMKM menjadi paling besar 1%. Disertai dengan penambahan kelompok bank berdasarkan pencapaian Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM), yaitu di atas 30% – 50%, dan di atas 50%.

Sementara itu, pemberian insentif terhadap penyaluran kredit atau pembiayaan hijau yaitu kredit atau pembiayaan properti atau kendaraan bermotor berwawasan lingkungan paling besar 0,3%. 

Di samping itu, Perry mengatakan, ada beberapa sektor yang pertumbuhan kredit masih relatif rendah. Diantaranya adalah angkutan udara, hotel restoran, dan juga berkait tekstil, maupun alas kaki.

"Untuk sektor yang pertumbuhannya melambat ini kami dorong lebih lanjut dengan alokasi insentif GWM lebih tinggi. Kami juga meningkatkan besaran total insentif GWM yang dapat diterima bank dari sebelumnya paling besar 200 bps menjadi paling besar 280 bps," pungkasnya.

Baca Juga: Sambut Natal dan Tahun Baru 2023, Bank BTN Alokasikan Dana Tunai Rp 19 Triliun

Penulis: Achmad Ghifari Firdaus
Editor: Ferrika Lukmana Sari

Bagikan Artikel: