Menu
Perbankan
Finansial
Asuransi
Multifinance
Fintech
Video
Indeks
About Us
Social Media

LPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Masih Kuat Tahun Ini

LPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Masih Kuat Tahun Ini Kredit Foto: Sufri Yuliardi
WE Finance, Jakarta -

Memasuki akhir tahun, pemulihan ekonomi domestik terus berlanjut di tengah tingginya ketidakpastian eksternal. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih kuat pada tahun ini. 

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyebut resiliensi ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi domestik dan investasi yang tumbuh dengan baik sehingga berhasil meredam dampak kondisi global. 

“Ekonomi nasional memiliki fundamental yang kuat karena didominasi oleh dorongan konsumsi domestik," kata Anggota Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono dalam keterangan resmi, dikutip pada Kamis (17/11). 

Selain itu, industri perbankan juga berada dalam kondisi yang stabil dengan tingkat permodalan yang kuat, tingkat likuiditas yang ample, dan pertumbuhan profitabilitas yang memadai.

Tercatat ekonomi Indonesia masih terus tumbuh meski hadapi ketidakpastian global, terutama di antara negara-negara anggota G20 lain, dari tumbuh 5,45% pada kuartal II menjadi 5,72% pada kuartal III 2022. 

Ketahanan industri perbankan pun tetap terjaga dengan baik. Tingkat permodalan perbankan sangat tebal pada level 25,12% pada September 2022. Sementara, penyaluran kredit tumbuh sebesar 11,00% yoy dan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 6,77% yoy. 

“Hal ini mengindikasikan bahwa intermediasi perbankan terus mengalami peningkatan dengan risiko kredit yang terkendali," jelasnya. 

Likuiditas perbankan masih sangat memadai untuk mendorong pertumbuhan kredit ke depan dengan indikasi Alat Likuid/Non-Core Deposit /AL/NCD yang sebesar 121,61% atau dua kali lebih tinggi dari threshold yang sebesar 50%. 

Lebih jauh, Didik menegaskan, bahwasanya lembaga-lembaga anggota KSSK yaitu, BI, OJK, LPS dan Kemenkeu akan terus melakukan sinergi dan koordinasi secara intens dalam rangka menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) untuk menghadapi potensi risiko global yang semakin meningkat.

Pihaknya terus bersinergi untuk mengatasi dampak ekonomi, terutama saat terjadi gangguan pada sistem perekonomian dan mekanisme shock absorber pada umumnya dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan fiskal dan oleh bank sentral dengan kebijakan moneter. 

"Hal ini ditujukkan untuk memperkuat fundamental makroekonomi nasional untuk bertahan dari guncangan dan shock pada sistem perekonomian,” pungkasnya.

Baca Juga: LPS Minta Waktu 5 Tahun Untuk Jamin Polis Asuransi

Penulis/Editor: Ferrika Lukmana Sari

Bagikan Artikel: