Menu
Perbankan
Finansial
Asuransi
Multifinance
Fintech
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hadapi Gejolak Pasar Global, Bahana TCW Minta Investor Perhatikan Risiko Suku Bunga hingga Inflasi

Hadapi Gejolak Pasar Global, Bahana TCW Minta Investor Perhatikan Risiko Suku Bunga hingga Inflasi Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
WE Finance, Jakarta -

PT Bahana TCW Investment Management menyebut kondisi pasar keuangan domestik bergerak cukup fluktuatif. Dengan kondisi ini, investor diminta memperketat manajamen risiko dalam pengelolaan investasi mereka. 

Kepala Ekonom Bahana TCW, Budi Hikmat menilai, hal ini sebagai dampak dari gejolak pasar keuangan global serta kondisi dalam negeri memasuki tahun politik, menjelang pemilihan umum (pemilu) 2024. Berbagai risiko tentunya menjadi perhatian anak usaha IFG ini, mulai dari risiko suku bunga, risiko likuiditas, risiko nilai tukar dan risiko inflasi. 

"Kondisi pasar keuangan saat ini cukup berfluktuatif, ditambah dengan meningkatkan sentimen dari dalam negeri menjelang pemilu, risiko yang perlu diperhatikan bila terjadi perubahan kebijakan fiskal dan moneter yang bisa mempengaruhi industri tertentu,’’ kata Budi dalam keterangan tertulis, Rabu (14/6). 

Dia mengatakan, menjaga keseimbangan faktor eksternal dan internal bukanlah hal yang mudah di tengah-tengah kondisi pasar keuangan global yang bisa berubah setiap saat, yang pastinya akan berdampak pada pasar keuangan di dalam negeri. 

Baca Juga: Delapan Perusahaan RI Masuk Forbes Global 2.000, BRI dan Bank Mandiri Peringkat Teratas

Investor obligasi memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,25%, setelah melakukan pengetatan moneter sangat agresif sejak tahun lalu dengan kenaikan suku bunga. 

Pengetatan the Fed tersebut direspon oleh Bank Indonesia (BI), dengan menaikkan suku bunga acuan di dalam negeri dari 3,5% pada Juli 2022, secara bertahap naik menjadi 5,75% pada Januari 2023. 

Budi menilai, saat ini risiko suku bunga dan inflasi cukup terjaga. Tekanan inflasi sejak awal tahun mengalami penurunan, yang tercermin pada angka inflasi Mei 2023 sebesar 4%, dibandingkan tahun lalu yang sempat naik ke 5,51%. Sedangkan nilai tukar rupiah menurut kurs tengah BI pada 5 Juni 2023 sempat tertekan ke level Rp 15.078, perlahan turun ke kisaran Rp 14.948 pada 13 Juni 2023.

"Selain menjaga keseimbangan berbagai risiko yang ada, kami juga cukup ketat dalam memilih saham-saham untuk tempat berinvestasi, bisa saja satu korporasi ingin berinvestasi di saham tertentu, tapi setelah kami analisa ternyata saham itu cukup berisiko sehingga kami memberikan rekomendasi supaya perusahaan mempertimbangkan kembali pilihan sahamnya,’’ jelasnya. 

Menurutnya, pengetatan manajemen risiko sangatlah dibutuhkan dalam kondisi pasar keuangan yang berfluktuasi, terutama risiko pasar. Melihat perkembangan pasar sepanjang tahun ini, Bahana lebih memilih untuk memperbesar alokasi aset pada surat berharga dari pada saham sejak kuartal pertama. 

Strategi ini terbukti mampu mencatat kinerja positif, tercermin dari indeks IBPA surat utang negara (SUN) telah mencapai 5,57% hingga akhir Mei, dibanding kinerja saham yang tercatat negatif 0,45% sudah termasuk dividen.

Mencermati kestabilan rupiah dan 7 day repo rate yang lebih tinggi dari inflasi tahunan, sebetulnya BI punya peluang menurunkan bunga. Namun BI kemungkinan lebih leluasa menurunkan bunga setelah penurunan the Fed. Ruang moneter yang lebih akomodatif dapat dilakukan BI melalui kebijakan makroprudential seperti penurunan giro wajib minimum.

"Ke depan potensi penguatan saham semakin terbuka, setelah terjadinya rally di pasar obligasi. Yield yang lebih rendah akan menurunkan risk free rate sehingga meningkatkan valuasi saham,'’ tutup Budi.

Baca Juga: Masuk Jajaran Bank Top Dunia, Bank Mandiri Terus Optimalkan Layanan dan Transformasi Digital

Penulis: Alfi Salima Puteri
Editor: Ferrika Lukmana Sari

Bagikan Artikel: