Menu
Perbankan
Finansial
Asuransi
Multifinance
Fintech
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK Pastikan Penutupan Silicon Valley Bank Tidak Berdampak Pada Perbankan Indonesia

OJK Pastikan Penutupan Silicon Valley Bank Tidak Berdampak Pada Perbankan Indonesia Kredit Foto: Sufri Yuliardi
WE Finance, Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat (AS) pada 10 Maret lalu tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, penutupan SVB diperkirakan tidak berdampak langsung terhadap perbankan Indonesia yang tidak memiliki hubungan bisnis, facility line maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB.

“OJK mengharapkan agar masyarakat dan Industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang di kalangan masyarakat,” kata Dian dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (14/3).

Selain itu, berbeda dengan SVB dan perbankan di AS umumnya, bank-bank di Indonesia tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan technologi seperi startups maupun kripto.  

Menurutnya, Indonesia setelah krisis keuangan 1998 telah melakukan langkah-langkah yang mendasar dalam rangka penguatan kelembagaan, infrastruktur hukum dan penguatan tata kelola serta perlindungan nasabah yang telah menciptakan sistem perbankan yang kuat, resilien dan stabil. 

Hal ini tercermin dari kinerja industri perbankan yang terjaga secara baik dan solid serta tetap tumbuh positif di tengah tekanan perekonomian domestik dan global yang selama ini berlangsung.

Baca Juga: Bank Ina Bidik Transaksi Mobile Banking Capai Rp 2 Triliun di 2023

Pada saat ini, kondisi perbankan Indonesia menunjukkan kinerja likuiditas yang baik antara lain AL/NCD dan AL/DPK diatas threshold yakni sebesar 129,64% dan 29,13% jauh diatas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50% dan 10%. 

Aset perbankan juga terjaga pada komposisi yang proporsional dengan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang didominasi oleh current account and saving account (CASA) atau dana murah yang semakin meningkat sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga. 

Demikian juga untuk kinerja lainnya seperti risiko kredit, risiko pasar, permodalan dan profitabilitas masih terjaga dan tumbuh positif. Selain itu, saat ini tidak ada bank umum di Indonesia yang masuk dalam kategori bank dalam resolusi yaitu bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usaha, dan tidak dapat disehatkan.

"OJK terus melakukan berbagai langkah kebijakan kolaboratif dan sinergi dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), baik secara langsung maupun melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka mengantisipasi dampak dan tekanan global yang mungkin terjadi," ujar Dian.

Baca Juga: OJK Sebut Aktuaris Internal Mainkan Perang Penting dalam Implementasi PSAK 74

Dian menegaskan, OJK memastikan akan terus meningkatkan pemantauan terhadap berbagai perkembangan yang terjadi secara global dan implikasinya terhadap perbankan Indonesia.

Tak hanya itu, OJK juga memastikan penerapan manajemen risiko dan tata kelola bank yang baik dalam setiap aktivitas pengelolaan portofolio aset produktif dan pendanaan serta memitigasi risiko konsentrasi yang berdampak terhadap kinerja keuangan bank.

OJK juga meminta perbankan untuk senantiasa melakukan langkah-langkah strategis antara lain meningkatkan fungsi maupun peran asset and liability committee dalam melakukan pengelolaan aset dan kewajiban, mengevaluasi kecukupan pencadangan risiko, melakukan stress test yang komprehensif serta mengkaji dan mengkinikan pemulihan dan rencana resolusi secara berkala.

"Kebijakan OJK kedepan akan terus diarahkan untuk menciptakan situasi kondisi yang semakin kondusif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," pungkas Dian.

Baca Juga: OJK : Insurtech jadi Faktor Pendorong Transformasi Industri Asuransi

Penulis: Achmad Ghifari Firdaus
Editor: Ferrika Lukmana Sari

Bagikan Artikel: