Menu
Perbankan
Finansial
Asuransi
Multifinance
Fintech
Video
Indeks
About Us
Social Media

Guru dan Korban PHK Paling Banyak Terjerat Pinjol Ilegal, Kenapa?

Guru dan Korban PHK Paling Banyak Terjerat Pinjol Ilegal, Kenapa? Kredit Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
WE Finance, Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kalangan masyarakat yang paling banyak terjerat layanan pinjaman online (pinjol) ilegal adalah guru dan korban pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Berdasarkan riset No Limit Indonesia 2021, guru menempati posisi pertama dengan kontribusi 42 persen dari total responden survei. Disusul posisi kedua ada korban PHK dengan jumlah 21% responden. 

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi mengungkapkan, alasan kenapa guru paling banyak terjerat karena mereka tidak bisa membedakan pinjol legal dan ilegal.

"Kalau fintech-kan, orang yang literasi digitalnya lumayan, dia mempunyai gadget dan mengerti tapi melesat. Dia sudah punya koneksi internet dan literasi digital, tapi dia salah memilih penyedia jasa," kata Friderica di Jakarta, Jumat (7/10).

Sedangkan ibu rumah tanggal mengambil posisi ketiga yang paling banyak terjerat pinjol ilegal dengan responden 18%. Kemudian diikuti karyawan 9%, pedagang 4%, pelajar 3%, tukang pangkas rambut 2%, dan ojek online 1%.

Di sisi lain, ada beberapa alasan kenapa masyarakat bisa terjerat pinjol. Pertama, masyarakat meminjam uang dari pinjol ilegal untuk membayar utang orang lain. 

Kedua, adanya latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Kelompok masyarakat ini dinilai rentan terjerat pinjol ilegal karena mereka membutuhkan dana cepat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

"Merasa ada penyelesaian yang instan atas problematiknya, maka dia tiba - tiba bisa membayar utang lewat pinjol," terang wanita yang akrab disapa Kiki ini. 

Adapun alasan lainnya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup, dihadapkan akan kebutuhan mendesak, perilaku konsumtif, tekanan ekonomi, keinginan membeli gadget baru, membayar biaya sekolah, literasi keuangan rendah dan lainnya. 

Baca Juga: Ini 5 Jurus OJK Perluas Akses Keuangan di Indonesia

Menariknya, 43% responden menyatakan menggunakan lebih dari 1 aplikasi pinjol, dan 7% di antaranya menggunakan lebih dari 4 aplikasi dalam 1 aplikasi. Bahkan dalam 6 bulan terakhir, 43% responden menggunakan 2-4 aplikasi pinjol. 

Sebagai informasi, OJK telah menutup dan menghentikan 5.468 entitas pinjol dan penipuan investasi ilegal sejak tahun 2018 - 2022. Kemudian menerima 49.108 pengaduan dalam dua tahun terakhir. 

Kehadiran pinjol ilegal ini dianggap merugikan dan membebani masyarakat karena menetapkan suku bunga, fee terlalu tinggi dengan denda tidak terbatas. Kemudian mengakses data ponsel nasabah dan menggunakan modus intimidasi saat penagihan. 

Sampai saat ini, OJK masih kesulitan memberantas pinjol ilegal karena kebanyakan server berada di luar negeri. Kemenkominfo pada 2018 mencatat 1.270 pinjol ilegal, sebanyak 22% server berada di Indonesia, 14% di Amerika Serikat (AS), 8% di Singapura dan sisanya tidak diketahui. 

Ekosistem operasional pinjol ilegal juga diduga melibatkan entitas legal seperti koperasi simpan pinjam (KSP) atau agregator untuk pembukaan rekening di bank, credit scoring dan e-KYC untuk menilai pinjaman. Kemudian ada bank atau penyedia jasa pembayaran (PJP) sebagai tempat mentransfer dana.  

Namun bank atau PJP tidak mengetahui transaksi yang dilakukan oleh nasabah karena kegiatan pinjol ilegal menggunakan rekening virtual. Selain itu, terdapat tren replikasi platform fintech legal yang menjebak masyarakat.

Baca Juga: Berantas Entitas Ilegal, OJK Dorong Pembiayaan Kredit Melawan Renternir 

Penulis/Editor: Ferrika Lukmana Sari

Bagikan Artikel: